Friday, October 13, 2006

Setangkai Gulana Untuk Juminten: Part 5

V.
Ini malam natal, Juminten
Rasanya kulihat senyummu di pohon terang itu

Ah, itu fatamorgana, Juminten…
Kau selalu jadi fatamorgana
Yang kerap kali melintas
Diantara huruf-huruf berita koran pagi…
Diantara hembus asap rokok di kamar mandi…
Diantara derik ranjang tua kala tidurku tak nyenyak…

Mengapa, Juminten?
Mengapa tiba-tiba ku ingin tulis lagu untukmu?
Dengan syair penuh dengan rahasia-rahasia
Yang sempat dirajutkan masa di belakang kita?

Kau tak perlu tahu mengapa.
Kau tak ingin tahu mengapa.

Ini malam natal, Juminten..
Jika aku jadi tutur kata yang terpanjat dalam doamu…
Maka aku takkan kembali pulang
Sebelum kupaksa Tuhan untuk mengabulkannya.

Dan jika aku masih pandai berdoa…
Kau boleh percaya bahwasanya
Pasti ada satu dua harapan untukmu didalamnya.

Agar kau tak lagi menangis…
Agar kau selau kuat…
Agar kau selalu bergelimang cinta…
Dan tak kenal apa itu nestapa.


Mengapa kau pergi, Juminten?
Meninggalkan kenangan pizza dan bruschetta…
Serta senandung Frank Sinatra.

Ini malam natal, Juminten…
Yang kuhabiskan bersama vodka, nyamuk dan kecoa…
Di kamar tua yang sesak oleh rindu dendam…

Jika kurasa sepi malam ini, Juminten…
Bukan karena kau tak ada…
Tapi karena aku sudah terlalu bodoh atau gila
Untuk bisa bedakan mana mimpi, mana nyata

Bohonglah padaku, Juminten…
Bohonglah padaku.

Tidurlah yang nyenyak, Juminten…
Dan kau boleh lega…
Karena jika ada kecup pangeran yang membuatmu terjaga…
Itu pasti bukan aku ternyata.

Larutlah dalam peluknya, juminten…
Karena aku hanya sepasang telinga.
Itu saja.
Senantiasa.

Selamat natal, Juminten.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home