Thursday, November 09, 2006

Ada Apa Denganmu?

Pembaca yang budiman...
Jika kalian mengikuti perkembangan musik indonesia belakangan ini, tentu tak akan luput dari perhatian anda, tentang perpecahan salah satu band dalam negeri yang dalam beberapa taun terakhir mencetak kesuksesan fenomenal, yaitu Peterpan. Pemecatan dua orang personilnya banyak menarik perhatian dan jadi sirkus media juga.

Saya gak terlalu mendengarkan musik Peterpan, kalo boleh jujur, kecuali lagu2 yang memang secara berlebihan mendapat jatah airplay di televisi maupun radio. Bukan berarti lagu mereka saya bilang jelek, tapi memang saya bukan fans, itu saja.

Namun yang menarik adalah pembahasan2 tentang peristiwa pemecatan tadi. Apa yg sebenarnya terjadi? Saya sempat membaca pembahasan di sebuah mailing list yang saya ikuti... dan obrolannya berkembang menjadi lebih luas daripada sekedar Peterpan. Tapi industri musik di tanah air. Saya coba rangkum juga dengan hasil obrolan saya dengan teman2 saya yang lain, dan bahas lebih jauh di bawah ini...

Kalo tepatnya kenapa sampe pecah, saya gak tau. Kalo dari press conference peterpan (yang menurut saya terlalu berisi alasan2 diplomatis), krn perbedaan visi musik lah, kurang kontribusi dalam penciptaan lagu lah... dll

Tapi ada juga yg bilang, karena uang. At this point,masing2 personil udah pada mapan, udah pada kaya raya sendiri2. Maka secara psikologis akan dengan mudah yang satu orang mengklaim gak butuh yg lain. Ikatan yg ada waktu mereka sama2 susah jadi hilang. Hubungan antar personil jadi kayak sama workmate semata, udah kayak orang kantoran aja. Istilahnya udah gak ada aura 'temen sepenongkrongan' lagi. Bukan berarti itu serta merta adalah hal yg jelek, karena pada akhirnya toh bisnis is bisnis, tapi kalo gak pandai2 mengontrol ego, ya ujungnya pasti perpecahan.
Seperti yg dibilang Thomas Ramdhan (bassist Gigi) di interviewnya di salah satu tayangan infotainment, katanya ni anak2 peterpan udah kebanyakan duit kali ya...

Ada juga pendapat, itu sekedar politik tingkat tinggi yg butuh martir... Peterpan mau launch album baru... untuk bikin marketing buzzword, mereka kasih satu isu yang akan mengangkat rating pemunculan nama mereka di media, dengan martir-nya ya personil yg dipecat itu. Nah, itu kaitannya udah sama kepentingan boss2 record label, perusahaan rekaman tempat Peterpan bernaung.

Tapi yg lebih menarik, terlepas dari kasus pemecatan tadi, justru kalo kita melihat kecenderungan industri musik kita yang disinyalir akan jadi ruwet ke depannya.
Yaitu saat manajemen artis akan dihandle oleh record label. Bukan oleh manajemen artis sendiri yg independen. Konon hal ini pula yg terjadi pada Peterpan. Kepentingan record label dan manajemen artis jelas2 bertolak belakang. Label concern ke jualan album dan memanage sustainibility perusahaan, artis concern ke sisi kreatif dan memanage penghasilan artis itu sendiri.

Ini bukan masalah mana yang salah mana yang benar, membahas siapa yg benar siapa yg salah udah kayak bahas ayam dan telor, gak ada ujungnya. Istilahnya, udah gak apple to apple... karena memang gak bisa disatuin. Record label menjadi manager artis adalah hal yang paling tidak lazim di industri musik belahan dunia manapun.

Mengapa bisa terjadi hal seperti itu..? Kasarnya sih mungkin karena baik si label ataupun si artis sama2 'serakah'. Jadi timbal balik antara artis dan label jadi gak sinergis lagi.
Contoh kasus, ada seorang produser rock terkenal di indonesia berinisial LZ, pemilik record label berinisial LR. Sebenarnya dia cukup well-respected sebagai rock-enthusiast sejati, dan punya peran penting dan jasa tersendiri dalam khazanah musik keras di tanah air.

Semua artis2nya diproduseri sekaligus dimanage oleh dia. Jadi istilahnya, kalo artisnya dapet proyek, biar duitnya gak lari kemana-mana, tapi selalu ada fee masuk ke label... kasarnya, dia gak mau artisnya kaya raya dari fee manggung, jadi bintang iklan, atau apapun.. tapi dia gak kecipratan karena cuma berhak atas penghasilan dari hasil sales album. Jadi semua lahan basah si artis, ada dalam kendali si LZ ini.

Itu bisa berjalan mulus kalau mungkin dia hanya menaungi satu dua artis yang kepopulerannya setingkat. Band rock Boomerang dulu di bawah record label LR milik si LZ ini. Bareng sama band rock lain, Jamrud. Begitu Jamrud booming dan Boomerang kurang sukses, digas terus lah Jamrud manggung kemana-mana sama si boss... Boomerang tersisih dan gak bisa manggung di luar manajemen LZ, karena terikat kontrak. Jadi jobless lah si Boomerang ini, dan seperti kita tahu, mereka kabur ke record label lain sekarang.

Itu sisi buruknya, artis bener2 dikutip setiap sen yang bisa mereka dapat dari manapun. Dan utk artis yg lagi turun pamor, jadi bener2 ringsek gak berdaya, gak bisa fleksibel mencari penghasilan. Jadi kayak dimonopoli gitu lah...

Cara kayak gini dulu banyak tidak disetujui oleh pelaku industri musik. Tapi herannya kok sekarang record label malah mau rame2 menuju kesana lagi. Kenapa ??

Karena ternyata artis2 juga banyak yang agak2 arogan ke labelnya sendiri.
Biasanya, setelah launch album, artis punya kewajiban terhadap label utk melakukan promo tour, sbg marketing effort dari label utk menggenjot sales albumnya. Dan bayaran promo tour memang jauh dibawah fee manggung2 lepasan (atau malah tak dibayar?)... soalnya ini kan sifatnya mandatory ke record label. Sebab itu, artis jadi pada males2an promo tour. Contoh, ada salah satu diva musik indonesia yang gak pernah mau promo tour, rugi, mending job manggung lainnya deh... makanya si label jadi kesal.
Gak tau diri banget lu, udah gue bikinin album, lu gak mau promo, jadi gak laku dong produk gue nantinya... gitu kira-kira pendapat si label.

Dari situ, muncullah keinginan dari label utk menghandle sekaligus manajemen artisnya. Jadi kalo dilihat mana salah mana benar... dua2nya punya benar dan salahnya sendiri2. Hehehe...

Memang industri musik kita sistemnya masih belum se-advanced di luar negeri sih... Mereka aturannya kayaknya udah rapi jali banget, baik utk kepentingan label maupun artis. Contoh lain, disini gak umum ada budaya merilis box-set anthology yg lux gitu, utnuk artis2 tertentu yang memang rentang karirnya sudah panjang... label mungkin parno kalo gak sebanding dengan sales-nya nanti, karena box-set yang mewah pasti harganya akan melonjak dibanding sekeping cd rilisan reguler. Kalo lagu2nya diketeng kan bisa lebih murah, yg otomatis pembeli lebih mudah mengakses, dan lebih banyak kemungkinan diversifikasi produknya. Jadi antara music-as-business dan music-as-art pun belum ada win-win solution-nya disini... Gitu deh kira2...

Ini sih pendapat hasil obrolan ngalor ngidul... dan bukan dari orang2 yang kompeten barangkali.. hehehe. Jadi kalo isinya nggak akurat atau mungkin salah sama sekali, ya mohon dimaafkan. Saya gak bermaksud mendiskreditkan siapapun disini. Hanya pemikiran sederhana dari penikmat musik.

Hidup musik Indonesia!

0 Comments:

Post a Comment

<< Home